PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN
PEMERTAHANAN BAHASA
Bahasa dapat
berubah karena adanya perubahan menyangkut mengenai bahasa sebagai kode,
dimana sesuai dengan sifatnya yang dinamis, dan sebagi akibat persentuhan
dengan kode-kode lain. Pergeseran bahasa menyangkut masalah mobitas penutur dimana sebagai akibat dari perpindahan penutur atau para
penutur itu sendiri yang menyebabkan terjadinya pergeseran itu. Sedangkan
pemertahanan bahasa lebih menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap
suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah
bahasa-bahasa lainnya.
A. Perubahan
Bahasa
Terjadinya perubahan bahasa tidak dapat diamati, sebab
perubahan itu, sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam masa waktu
relative lama, sehingga tidak mungkin diobservasi oleh seseorang yang mempunyai
waktu relative terbatas. Namun yang dapat diketahui adalah bukti adanya
perubahan bahasa itu. Namun adapula bahasa yang dapat diikuti perkembangannya
sejak awal yakni bahasa Inggris, Arab, Indonesia,
Melayu, dan bahasa Jawa,
sebab bahasa-bahasa tersebut memiliki dokumen-dokumen tertulis. Tapi banyak bahasa lain yang tidak mengenal tradisi tulis dan tidak
mempunyai dokumen apa pun.
Adapun bukti
adanya perubahan bahasa dalam bahasa inggris dapat kita lihat dari Fromkin dan
Rodman. contoh
bahasa inggris kuno dari abad ketujuh berikut yang dikutip dari Caedmon’s Hymn, serta bandingkan terjemahannya dalam bahasa inggris modern :
Nu sculon
herian heofon-rices weard
( now we
must praise heaven-kingdom’s Guardian )
Metodes
meahte and his mod-ge panc
( the
creator’s might and his mud-plans )
Contoh
berikut adalah bahasa inggris pertengahan, yang dingunakan sekitar 1100 sampai
1500, di kutip dari The Canterburry Tales karya
Chaucer :
Whan that Aprille with his shoures soate
( when April with its sweet showers
)
Berikut
ini contoh bahasa inggris dari masa menjelang zaman pujangga Shakespeare :
Know ye
this man ?
( Do you
know this man ? )
Selanjutnya
contoh bahasa inggris dari abad ke-16, yang dianggap sebagai awal permulaan
bahasa inggris modern, dikutip dari Shakespeare:
The summoning of everyman called it
is
That of our lives and ending shows
How transitory we be all day
Contoh-contoh
diatas menunjukkan telah terjadi perubahan dalam sejarah perkembangan bahasa
inggris. Namun, bagaimana proses perubahan itu terjadi adalah tidak dapat
diamati. Pembagian bahasa inggris menjadi bahasa inggris kuno, bahasa inggris pertengahan, dan bahasa inggris modern sebenarnya penentuan masanya
bersifat relatif, sebab sebagaimana sudah disebutkan perubahan itu tidak terjadi pada satu “titik” waktu
tertentu, melainkan merupakan proses yang panjang.
Perubahan
bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu
direvisi, menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi
pada semua tataran linguistic: fonologi, morfologi, sintaksis, semantic, maupun
leksikon.
1)
Perubahan
Fonologi
Perubahan bahasa dapat terjadi dalam fonologi. Bahasa inggris modern tidak
mengenal bunyi velar frikatif /x/. Padahal dalam bahasa inggris kuno bunyi itu
ada. Misalnya pada kata (night) dulu dilafalkan (nixt), dan kata (saw) dulu
dilafalkan (saux). Ini menjadi bukti adanya perubahan. Perubahan
fonologis dalam bahasa Inggris ada juga yang berupa penambahan fonem. Bahasa
inggris kuno dan pertengahan tidak
mengenal fonem /z/. lalu ketika terserap kata-kata seperti azure, measure,
rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/ tersebut ditambahkan dalam
khazanah fonem bahasa inggris. Perubahan bunyi dalam sistem fonologi bahasa
indonesiapun dapat kita lihat. Sebelum berlakunya EYD, fonem /f/, /x/, dan /s/
belum dimasukan dalam khazanah fonem bahasa Indonesia; tetapi kini ketiga fonem
itu telah menjadi bagian dalam khazanah
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel,
yaitu V, VK, KV, dan KVK; tetapi kini pola KKV, KKVK, KVKK telah pula menjadi
pola silabel dalam bahasa Indonesia.
2) Perubahan
Morfologi
Perubahan bahasa dapat juga terjadi
dalam bidang morfologin yakni dalam proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam
bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan
prifeks me- da pe-. Kaidahnya
adalah: (1) apabila kedua prifeks itu diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan
konsonan /I/, /r/, /w/, dan /y/ tidak ada terjadi
penasalan; (2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan
/p/ diberi nasal /m/; (3) kalau
diimbuhkan pada kata yanmg dimulai denga konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/;
(4) kalai diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal
/ny/; dan bila diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/,
dan semua vocal diberi nasal /ng/. Kaidah ini susah diterapkan ssetelah bahasa Indonesia menyerap kata-kata
yang bersuku satu dari bahasa asing, seperti kata sah, tik, dan bom.
Menurut kaidah diatas jika ketiga kata itu diberi prefix me- dan pe- tentu
bentuknya harus menjadi menyah(kan),
menik, dan membom; dan penyah, penik, dan pembom. Tetapi dalam kenyataan bahasa yang ada adalah bentuk mensah(kan) atau mengesah(kan), mentik atau mengetik,
membom atau mengebom. Jadi, dalam
data tersebut telah terjadi penyimpangan kaidah. Namun, alomorf menge- dan penge- diakui ssebagai dua alomorf bahasa Indonesia untuk morfem me- dan pe-. Ini merupakan satu bukti adanya perubahan besar dalam
morfologi bahasa Indonesia.
3)
Perubahan Sintaksis
Perubahan kaidah sintaksis dalam
bahasa Inggris dapat kita lihat. Contoh mengenai perubahan
kaidah sintaksis dalam bahasa inggris. Urutan kata (word order) dalam bahasa inggris kuno tidak terlalu penting, sebab
ada penanda (merker) untuk menyatakan
nomina subjek dan nomina objek. Contoh kalimat bahasa inggris kuno berikut yang
semuanya bermakna “the man slew the king” (orang itu membunuh raja).
Se man slok
thone kyning
Thone kyning
slok se man
Se man thone
kyning slok
Thone kyning
se man slok
Slok se man
thone kyning
Slok thone
kyning se man
Se adalah artikel definit yang hanya digunakan
untuk nomina subjek, dan thone adalah artikel definit yang hanya
dipakai untuk nomina objek. Kalau susunan kalimat-kalimat di atas diterjemahkan
kata demi kata ke dalam bahasa ingggris modern susunannya akan menjadi:
The man slew the king
The king slew the man
·
The man the king slew
·
The king the man slew
·
Slew the man the king
·
Slew the king the man
Dari kalimat di atas hanya
kalimat pertama yang maknanya sama dengan kalimat-kalimat bahasa inggris kuno
di atas. Kalimat kedua maknanya sudah berubah. Sedangkan empat kalimat
berikutnya menurut kaidah bahasa inggris modern tidak grammatical, atau
menyalahi kaidah gramatikal yang berlaku sekarang.
4)
Perubahan Kosakata
Perubahan
bahasa yang paling mudah terlihat adalah pada bidang kosakata. Perubahan
kosakata dapat berarti bertambahnya kosakatanya baru, hilangnya kosakata lama,
dan berubahnya makna kata. Bahasa inggris yang diperkirakan memiliki lebih dari
60.000 kosakata adalah “berkat” penambahan kata-kata baru dari berbagai sumber
bahasa lain, yang telah berlangsung sejak belasan abad yang lalu. Sedangkan
bahasa Indonesia yang kabarnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki sekitar 65.000 kosakata (dalam kamus poerwadarminta hanya terdapat
23.000 kosakata) adalah juga berkat tambahan berbagai sumber, termasuk
bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa nusantara.
Penambahan kata-kata baruselain dengan cara menyerap dari
bahasa lain, dapat juga dilakukan dengan proses penciptaan. Misalnya, kata Kleenex dalam bahasa inggris dibentuk
dari kata clean. Juga dari nama-nama
produk atau merek dagang seperti Kodak,
nylon, Dacron, dan orlon.
Pemendekan dari kata atau frase yang panjang dapat juga membentuk kosakata yang
baru, seperti nark, untuk narcotics agent, tec atau dick untuk detective, prof untuk professor.
5)
Perubahan semantik
Perubahan semantik yang umum adalah berupa perubahan pada
makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas atau menyempit. Perubahan yang bersifat total, maksudnya, kalau pada waktu dulu kata itu,
misalnya, bermakna ‘A’, maka kini atau kemudian menjadi bermakna ‘B’.
contohnya, kata bead dalam bahasa
inggris aslinya bermakna “doa, sembahyang”, tetapi kini bermakna “tasbih,
butir-butir tasbih”. Dalam bahasa Indonesia kita dapati contoh, kata pene dulu bermakna “bulu (angsa)”,
tetapi kini berarti “alat tulis bertinta”, ceramah
dulu bermakna “cerewet, banyak bicara”, tetapi kini bermakna “uraian
mengenai satu bidang ilmu”.
Perubahan makna yang sifatnya
meluas (broadening), maksudnya,
dulu kata tersebut hanya memiliki satu
makna, tetapi kini memiliki lebih dari satu makna. Dalam bahasa inggris kata holiday asalnya hanya bermakna “hari
suci (yang berkenaang dengan agama)”, tetapi kini bertambah dengan makna “hari
libur”.
Perubahan makna yang
menyempit, artinya, kalau pada mulanya kata itu memiliki makna luas, tetapi
kini menjadi lebih sempit maknanya. Contohnya, kata sarjana pada mulanya bermakna “orang cerdik, pandai”, tetapi kini
hanya bermakna “orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi”.
Wardhaught membedakan adanya dua macam perubahan
bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal. Perubahan internal
terjadi dalam bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem fonologi, morfologi
dan sintaksis. Sedangkan perubahan eksternal terjadi karena adanya pengaruh
dari luar, seperti adanya penyerapan atau peminjaman kosakata, penambahan fonem
dari bahasa lain, dan sebagainya.
B. Pergeseran bahasa
Sejak dilahirkan ke dunia ini,
manusia mulai belajar bahasa. Sedikit demi sedikit, bahasa yang dipelajari
sejak kecil semakin dikuasainya sehingga jadilah bahasa yang dipelajari sejak
kecil itu sebagai bahasa pertamanya. Dengan bahasa yang dikuasainya itu manusia
berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya.
Beranjak remaja, manusia sudah menguasai dua atau lebih bahasa.
Semua itu diperoleh
ketika berinteraksi dengan masyarakat atau ketika di bangku sekolah. Hal ini
menyebabkan manusia
menjadi dwibahasawan atau multibahasawan. Ketika menjadi dwibahasawan atau
multibahasawan, ia dihadapkan pada pertanyaan, yaitu manakah di antara bahasa
yang ia kuasai merupakan bahasa yang paling penting? Di saat-saat seperti
inilah terjadinya proses pergeseran bahasa, yaitu menempatkan sebuah bahasa
menjadi lebih penting di antara bahasa-bahasa yang ia kuasai. Pergeseran bahasa adalah sebuah
peristiwa yang biasanya terjadi pada pelaku tutur yang berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain dengan bahasa yang lain pula.
Pergeseran
bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi
harapan kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Sehingga mengundang para
pendatang. Secara sederhana pergeseran bahasa para
penedatang terssebut dilukiskan dalam diagram berikut:
Monolingual (B-ib) => Bilingual Bawahan (B-ib – B2) =>
Bilingual Setara (B-ib – B2) =>
Bilingual Bawahan (B2 – B-ib) =>
Monolingual (B2)
Pada tahap pertama para imigran masih bermmonolingual dengan bahasa ibunya.
Ini terjadi ketika mereka baru saja datang. Setelah beberapa lama, pada tahap
kedua, mereka sudah menjadi bilingual bawahan dimana bahasa ibu masih lebih
dominan. Pada ukuran waktu berikutnya, seperti yang digambarkan pada tahap
ketiga, bilingualism mereka sudah menjadi setara. Penguasaan B2 sudah sama
baiknya dengan penguasaan bahasa ibu. Selanjutnya, pada tahap keempat mereka
menjadi bawahan kembali, tetapi dengan penguasaan bahasa yang berbeda. Kini
penguasaan terhadap B2 jauh lebih baik dari pada penguasaan terhadap bahasa
ibu. Akhirnya, pada tahap terakhir, mereka menjadi monolingual B2. Bahasa ibu
telah mereka tinggalkan.
C. Pemertahanan
bahasa
Dari
pembahasan mengenai pergeseran bahasa dapat kita saksikan bahwa penggunaan
bahasa ibu oleh sejumlah penutur dari suatu masyarakat yang bilingual atau
multilingual cenderung menurung akibat adanya B2 yang mempunyai fungsi yang
lebih superior. Namun adakalnya penggunaan B1 yang jumlah penuturnya tidak
banyak dapat bertahan terhadap pengaruh penggunaan B2 yang lebih dominan. Untuk
menjelaskan ini kita ambil laporan dari Sumarsono mengenai pemertahanan
penggunaan bahasa melayu Loloan di desa Loloan,termasuk dalam wilayah kota
Nagara, Bali. menurut Sumarsono, penduduk
desa Loloan yang berjumlah sekitar 300 orang itu tidak
menggunakan bahasa Bali, melainkan menggunakan sejenis bahasa Melayu yang
disebut bahasa Melayu Loloang, sebagai B1-nya, dan mereka semua beragama islam.
Ditengah-tengah B2 yang lebih dominan, yaitu bahasa Bali, mereka dapat bertahan
untuk tetap menggunakan bahasa pertamanya, yaitu bahasa Melayu Loloan, sejak
abak ke-18 yang lalu. Menurut Sumarsono, ada beberapa faktor penyebab mereka
dapat bertahan, yaitu:
Ø Wilayah
pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali.
Ø Adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa
Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan.
Ø Anggita masyarakat Loloan mempunyai sikap keislaman yang tidaak akomoditif
terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa Bali.
Ø Adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap bahasa
Melayu Loloan, status bahasa ini yang menjadi lambing identitas diri masyarakat
Loloan yang beragama Islam.
Ø Adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi
terdahulu ke generasi berikutnya.
Berbeda terhadap bahasa
Indonesia. Pemertahanan masyarakat Loloan terhadap bahasa Bali
tidak sekuat dengan pertahanan mereka terhadap bahasa Indonesia. Kedudukan dan status bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, bahasa
nasional, dan bahasa persatuan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada bahasa Bali menurut pandangan masyarakat Loloan. Dengan demikian, tampaklah bahwa
pemertahanan bahasa Melayu Loloan terhadap bahasa Indonesia menjadi lemah.
Banyak ranah sosial yang tadinya menggunakan bahasa Melayu Loloan dan bahasa
Bali, kini menggunakan bahasa Indonesia, antara lain: ranah keluarga,
ketetanggaan, kekariban, keagamaan, pendidikan, perdagangan, dan pemerintahan.
Dari kasus penggunaan bahasa Melayu Loloan, bahasa Bali, dan bahasa Indonesia
yang ter jadi pada masyarakat Loloan dapat disimpulkan bahwa:
Ø Penggunaan
bahasa B2 milik mayoritas oleh kelompok minoritas, sehingga warga minoritas menjadi bilingual, tidaklah selalu berakibat
bergeser atau punahnya B1 milik kelompokminoritas. bilingual
tidak selalu mengakibatkan pergeseran atau punahnya B1 milik kelompok
minoritas.
Ø Penggunaan B2 baru (dalam hal ini bahasa Indonesia) oleh kelompok minoritas
juga tidak memunahkan B1, tetapi hanya menggeser banyak B2 lama (dalam hal ini
bahasa Bali), yang telah lebih dahulu dikenal) dan beberapa peran B1.